Selasa, 10 Desember 2019

FAJARKU TERASA KELAM

Karya: Lenni Farisa Purba
Senja hampir hilang, aku duduk terdiam di kursi depan rumahku, entah menghayalkan apa. Angin yang begitu sejuk, perlahan lahan menaikkan bulu kudukku. Ditambah suara jangkrik yang sangat merdu menandakan hari yang mulai malam, seakan akan ingin menghiburku. Matahari yang nampak malu menunjukkan dirinya, kini mulai tak terlihat. Aku mulai kedinginan karena hembusan angin yang kian mengipasku seraya ingin menyuruhnya memasuki rumah. Tiba-tiba terdengar suara pelan yang datang dari belakangku. "Masuklah apa yang kamu lakukan disitu, diluar sangat dingin, nanti kamu masuk angin". Ya, dia kakakku. Seorang gadis cantik yang berusia 4 tahun diatasku. Dia adalah seorang gadis yang sangat pekerja keras dalam membantu kedua orang tua ku. "Iya ka", jawabku pelan. Dengan perlahan dan badan yang kelihatan kurang bersemangat, kubuka pintu rumah pelan-pelan, aku masuk kerumah. Aku melihat ke kamar orang tua ku, kulihat ayah yang masih terbaring di kasur, rasanya tubuhku semakin lemas tak berdaya. Ayahku sakit mulai satu bulan yang lalu. Dia sakit lever. Terdapat benjolan kecil dihatinya. Banyak orang mengatakan itu karena dia tukang mabuk, karena suka minum minuman keras (tuak). Tapi mereka salah, ayah tidak suka minum minuman itu. Sudah berkali kali kami membawanya kerumah sakit, tapi tetap saja tidak ada perubahan dalam dirinya. Ibu yang duduk disampingnya, kini hanya bisa menemaninya melawan penyakitnya. Melihat itu, aku bahkan tidak mampu tertawa, walau dalam keadaan selucu apapun. Aku melanjutkan langkah ku, menuju kamarku. Aku duduk di kursi dekat meja belajarku. Kulihat sebuah lukisan pemandangan yang sangat indah yang tergantung di dinding kamarku. Tak terasa air mataku menetes membasahi wajahku. Ya, itu adalah lukisanku dengan ayahku. Betapa bahagianya kami ketika melukis itu, sekarang ayah yang sedang sakit tidak bisa melukis bersamaku lagi. Bahkan untuk dudukpun sekarang dia tak mampu. Pagi itu, aku berangkat kesekolah bersama kedua saudaraku. Yang biasanya diantar oleh ayah, kini kami hanya bisa berjalan kaki yang kurang lebih 1.5 Km dari rumah. " Hati hati dijalan ya dik, pengang tangan adik, kamu harus menjaganya baik baik". Kata kaka agar aku menjaga adikku yang masih kelas 2 SD, karena persimpangan jalan yang sudah tiba, kami harus berpisah. Aku dan adikku harus berjalan bersama karena kami masih SD, aku yang masih kelas 6 SD harus bisa menjaga adikku. Kakak sudah kelas 3 SMP, jadi dia harus jalan sendiri. "Iya ka", jawabku sambil memegang tangan adikku dan melanjutkan jalanku. "Minggu depan kamu akan Ujian Akhir Semester. Kamu harus mempersiapkan dirimu", kata seorang guru yang tiba tiba datang kekelas kami untuk mengumumkan bahwa kami akan ujian. "Baik buu..", jawab kami yang sambil ketakutan mengingat ujian akhir semester akan tiba. "Nanti kamu mau melanjutkan SMP dimana, Ca?" "Palingan aku SMP dekat sini Ran, biar bisa dekat sama orang tuaku". "Oh, biar SMP mana juga bagus, asal kita bersungguh sungguh belajarnya, mungkin aku juga smp disini, biar kita bisa sama lagi". Kata Rani, yang berusaha menghiburku. Aku mengangguk sambil tersenyum. *** "Besok ibu mau bawa ayah ke rumah sakit, kalian baik baik sekolahnya, pulang sekolah jangan kemana mana dirumah aja, belajar". "Emang harus kerumah sakit lagi ya bu? Bukannya ayah udah mau sehat? " kata kakak penasaran dengan sikap ibu yang tiba tiba mau membawa ayah lagi ke rumah sakit. "iya, ayah harus dibawa kerumah sakit biar cepat sembuh". Kata ibu yang kian membuat kami penasaran ada apa dengan ayah. Dengan hati yang sedih, kami hanya diam menuruti apa kata ibu, dengan harapan supaya ayah bisa pulih seperti dulu lagi. Kamipun melanjutkan mengerjakan tugas-tugas sekolah kami malam itu. Kami tergolong anak yang pintar disekolah, tidak ada diantara kami bertiga yang tidak mendapatkan ranking, kami terkenal di sekolah dan desa kami karena kepintaran kami. Kami bisa melakukan itu, karena ayah dan ibu yang selalu mendukung kami, mereka memiliki cita-cita yang besar untuk kami. Aku sangat bangga memiliki orang tua seperti mereka. Keesokan harinya, aku pulang dari sekolah. Dengan perut yang kosong, rasanya aku ingin cepat cepat makan. "Ayah dan ibu belum pulang ya dik?" tanyaku sesampai di rumah yang mendapati adik sedang menonton televisi, dia pulang lebih dulu dariku karna dia masih kelas 2. "Belum kak". "ooh, ya sudahlah, ayo kita makan aku sudah lapar". "iya kak". Malampun tiba, dengan suasana yang sunyi, dan sambil mengerjakan tugas, kami masih menunggu kedatangan ayah dan ibu. "Mereka lama sekali, kata ibu mereka akan pulang hari ini, tapi kok belum datang juga? ". "Mungkin bentar lagi mereka akan datang ka, kita tunggu aja". Jawabku melihat kaka yang sangat khawatir kepada ayah dan ibu. Ketika kami asik mengerjakan tugas tugas sekolah, terdengar suara ibu dari luar. " Ka, bukain pintu, ayah dan ibu sudah pulang". Dengan perasaan senang aku dan adik ikut membuka pintu untuk mereka, kulihat ayah yang sudah bisa berjalan dengan wajah tersenyum, aku langsung memeluknya dengan erat, sampai-sampai aku terangkat keatas. "ayah sudah sehat?" tanyaku dengan senang. " iya, ayah sudah sehat". Karena senangnya aku masih dalam gendongan ayahku. " Ica, turun lah nanti ayah kecapean" kata ibu menyuruhku turun dari gendongan ayah. Aku turun dan langsung mengiringi ayah kekamar. Kulihat ayah langsung terbaring di kasur tempat tidurnya. 'Kok ayah baring lagi?, bukannya ayah sudah sehat? Mungkin ayah masih butuh istirahat '. Dalam benakku. "Yaudah, lanjutkan belajar kalian, biarkan ayah istirahat dulu". "baik bu", jawab kami sambil melangkah menuju meja belajar. Tak lama kemudian, tiba-tiba ibu datang menghampiri kakak. "Ini, tadi ibu beli hp baru untukmu, atas suruhan ayah, itu kan yang kamu inginkan selama ini?". "Wah, makasih ya bu". "iya, bilang makasih juga ke ayah sana". Karena kami ikut senang, aku dan adik ikut bersama kakak mengucapkan terimakasih ke ayah sambil memeluknya. Ketika aku selesai memeluk ayah, ayah berpesan kepadaku, "tolong jaga peliharaan ayah ya Ca, ayah belum bisa memberinya makan, kamu harus memeliharanya baik baik". Tanpa berpikir panjang aku meng-iya-kan perkataan ayahku. Menurutku, aku adalah putri kesayangan ayahku, kami sangat dekat dibandingkan kedua saudaraku. Ayah sangat senang menyuruh ku, bahkan apapun yang ku minta pasti diturutinya. Aku lebih senang sama ayah dibandingkan sama ibu. "Bangun..,bangun..,sudah pagi, cepat mandi, kalian harus berangkat kesekolah". Aku terbangun dan duduk di tempat tidurku. "Udah jam berapa ka? "Tanyaku sambil mengusap-usap mataku yang rasanya masih ingin melanjutkan tidurku. "Udah jam 05:45, cepat mandi sana, nanti terlambat sekolah kalau kalian blm siap siap dari sekarang". Kami harus mandi cepat, karena sekolah yang jauh dan kami harus jakan kaki. "Dik, bangun, ayo mandi, kita harus pergi sekolah". Saya berusaha membanguni adik yang masih tidur pulas. Seperti biasa kamipun berangkat kesekolah. *** Siang itu, sepulang sekolah aku harus langsung pergi les. Aku masuk les dari kelas 5 SD. Tapi itu cuman satu mata pelajaran, Bahasa Inggris. Ntah kenapa, perasaanku tidak enak selama aku mengikuti les tersebut. Pikiran ku saat itu tidak fokus ke pelajaran yang diberikan Sir kami. Les pun berakhir, aku pulang bersama temanku yang mulai kecil kami selalu bersama. Dalam perjalanan pulang sekolah kami melewati pasar. Ya, hari itu adalah hari dimana dikampungku ada pasar yang sangat ramai. "Kita ke pasar yuk, keliling-keliling sambil aku mau beli sesuatu". Kata temanku mengajakku untuk berkeliling ke pasar. "Kita langsung pulang ajalah, aku lagi gak mood, perasaanku dari tadi gak enak. "Ayolah, bentar aja kok". "Oh, Yaudah ayo". Kami pergi ke pasar, walaupun aku merasa tidak semangat, pikiranku pergi entah kemana. Ketika kami sampai di tengah pasar, ada seorang nenek tetanggaku memanggilku. "kalian ngapain disini?, yang sabar ya, banyak kok anak yang tidak memiliki ayah lagi, tapi mereka bisa berhasil". Aku bingung, mengapa nenek itu mengatakan seperti itu kepadaku. Tiba tiba aku teringat, bahwa di kampung ada orang tua yang meninggal, dan dimakamkan hari ini juga. 'Mungkin karena nenek itu sudah tua, dia mengira aku adalah anak dari orangtua yang meninggal itu. Yaudahlah, biarkan saja', pikirku. Aku tersenyum, sambil melanjutkan perjalanan kami di pasar tersebut. Kami telah selesai dari pasar, ketika ingin keluar dari keramaian tersebut, datang ibu ibu yang adalah tetanggaku. Dia memelukku, wajahnya kelihatan sedih. " Sabar ya, Ca". Aku terdiam, bahkan tidak tahu apa yang ingin ku katakan. 'apa yang sebenarnya terjadi?' Pikiranku kini, lari kemana mana. "Emang ada apa, tante? Apa yang terjadi? ". "Oh, berarti kamu belum tahu? ". "Blm tahu apa tan?" Dia terdiam, dan kelihatan sulit untuk mengatakan apa apa. " Cepatlah pulang, nanti kamu akan tahu apa yang terjadi". Melihat itu, aku cepat cepat pulang. Ketika dalam perjalanan pulang, seorang abang yang adalah keluarga kami, datang menghampiri kami, dengan membawa sepeda motor. "Dari mana aja kamu, ayo cepat pulang". "Emang kenapa bg, apa yang terjadi". Tanyaku dengan suara yang gemetaran yang tiba tiba aku mengingat ayahku. "Ayolah naik, nanti kamu akan tahu". Aku dan temanku Rani, naik dan kami langsung menuju rumah. Rani, yang adalah teman sekaligus keluarga dekatku, ikut kerumahku. Tak jauh dari rumah kulihat orang banyak di sepanjang jalan rumahku. Terdapat teratak yang sudah tertancap di depan rumah. Banyaknya orang sudah tak dapat kuhitung dengan jari jariku. Sampai depan rumah, aku turun dari sepeda motor. Aku terdiam, semua orang menghampiriku dan memelukku. "Masuklah, jumpai saudaramu". Kata mereka yang sambil mengiringinya memasuki rumah. Kulihat, sudah terdapat tikar yang luas, meja ruang tamu dan kursi sudah tidak ada lagi. Aku menjumpai kakak dan adikku yang berada di dapur, bersama ibu ibu yang lain duduk sambil menangis. Kupeluk mereka erat erat. "Ayah kita sudah tidak ada", kata kakak membisikkan ketelingaku. "Gak mungkin, ayah masih hidup, Dimana, ayah? Dimana ayah?. Badanku Syok, aku bahkan hampir pingsan. Aku bagaikan ditindih yang berat, dililit yang panjang " Ayah masih dirumah sakit bersama ibu, sebentar lagi mereka akan pulang". "Tidak, Ayah pasti belum meninggal, ayah masih hidup, mengapa kalian membohongiku?". "Tapi Ayah sudah ga ada, de". Kata kakak berusaha meyakinkan ku, bahwa ayah sudah meninggal. Aku hanya bisa menangis, aku rasa ini hanyalah sebuah mimpi. Aku ingin bangun dari mimpi buruk ini, aku tidak ingin ayahku meninggal. Saat itu, hanya ada suara tangisan yang terdengar dirumahku, aku lemas tak berdaya, ' mengapa ini semua terjadi padaku'. Aku menyalahkan keadaan. Seorang tetanggaku, menyuruhku untuk mengganti pakaianku. Saat itu aku masih memakai baju seragam sekolah. Air mata selalu membasahi pipiku. "Ya, Tuhan Mengapa semua ini terjadi padaku". Sekitar 1 jam kemudian, terdengar suara sirene ambulance yang rasanya semakin dekat ke telingaku. "Mereka sudah datang" kata orang orang yang berada di rumahku. Dengan badan lemas, aku dan saudaraku ikut melihat keluar. Beberapa petugas rumah sakit mengangkat ayah, yang layaknya orang tidur di atas tempat tidur rumah sakit. Mereka memasukkan ayah kerumah. Kami langsung mendekati ayah dan memeluknya. " Ayah bangun, bangun yah, ayah bilang ayah akan sembuh, mengapa ayah bohong?". Aku terus menggoyang-goyang badan ayah, berharap dia akan bangun lagi. Tapi ini ternyata tidak mimpi. Ini adalah kenyataan yang harus kuterima. Ayahku sudah meninggal, aku tidak punya ayah lagi. Ibu, yang acapkali pingsan membuatku semakin sedih, kulihat ibu dan kupeluk dia, aku tidak bisa ngomong apapun, aku hanya terdiam sambil menangis memeluknya. Ayah yang meninggal hari jumat, harus dimakamkan hari minggu. Proses pemakamannya berjalan dengan baik. Semua keluarga datang mengucapkan turut berduka cita. Aku yang belum bisa terima dengan semua ini hanya bisa menangis dan menangis. Ternyata, begini rasanya ditinggalkan seorang ayah yang sangat kusayangi. Besok adalah senin, aku harus sekolah, tapi hatiku masih terluka, aku bahkan belum sanggup untuk sekolah. Tapi, aku tidak boleh melewatkan Ujian Akhir Semesterku. 'Aku harus sekolah, aku gak mau membuat ayah kecewa'. Pagi telah tiba, cahaya kemerah-merahan tampak di langit sebelah timur menjelang matahari terbit. Fajarku terasa kelam tanpa ayah. Rasanya sulit memulai hari tanpa adanya semangat dari ayah. Tapi aku harus berangkat sekolah. Aku diantar oleh keluargaku kesekolah. " Ibu bangga padamu Ca, Ibu tahu kamu masih dalam kesedihan, tapi kamu tidak mau melewatkan ujian akhir semester ini". Aku tersenyum paksa, membalas omongan guruku. "Ujian hari ini selesai, besok kamu harus lebih giat belajar, untuk ujian selanjut nya". "Baik bu " jawab teman temanku, aku hanya terdiam, rasanya sulit untuk berbicara, mengingat apa yang terjadi pada ayahku. Teman temanku selalu menghiburku, tapi saat itu, untuk senyumpun aku gak mampu. Siang itu, aku duduk lemas di keramik kuburan nenek di samping kuburan ayahku. Tanah yang masih kuning, dan bunga bunga yang masih begitu segar. Yang di ujung nya terdapat salib berlukiskan nama ayahku. Aku menangis, merindukan ayahku. " aku rindu ayah, mana janji ayah yang ingin mengajakku jalan jalan lagi?, mana Yah? Aku akan buat ayah bangga disurga sana, aku akan mengabulkan cita cita ayah untukku, dan juga kakak dan adik, Yah. Aku akan rajin belajar sesuai perintah ayah. Aku kembali kerumah dengan wajah kusut, masih banyak keluarga dirumah menemani kami. Mereka selalu menghibur dan bahkan membawa kami jalan jalan agar kami tidak larut dalam kesedihan tersebut. Hari-hari kami lewati tanpa seorang ayah, kami harus bisa menjadi orang yang kuat, yang bisa mengerjakan pekerjaan berat sekalipun. Ibu yang kini juga menjadi ayah kami, selalu mendukung kami dalam melanjutkan sekolah kami. Aku telah tammat dari pendidikan SD ku, kakak juga telah tammat dari SMP. Dengan kerja keras ibu bisa melanjutkan sekolah kami, ibu mendaftarkanku ke smp, begitu juga kakak masuk ke SMA. Akupun bisa menyelesaikan pendidikan SMPku dengan baik, walaupun kadang melewati banyak tantangan. Tapi semuanya baik, aku masih menjadi siswa berprestasi, mendapat ranking disekolah. Aku juga mendapat beasiswa siswa berprestasi. Begitu juga dengan kakak, dia juga masih mendapat ranking di sekolah, dan telah lulus dari SMA. *** Kini aku sudah besar, aku sudah kelas 3 SMP. Aku mendapat beasiswa di sekolah favoritku. Selama aku sma, aku mendapat juara umum di sekolah, aku menjadi anak teladan di sekolahku. Bahkan aku sering mengikuti perlombaan dan aku sudah mendapatkan banyak piagam penghargaan. Ibu bangga kepadaku. Kakak sudah memasuki kuliah semester 4, dia kuliah sambil kerja, jadi dia bisa membayar uang kuliahnya sendiri tanpa meminta bantuan dari ibu. Aku bangga kepada kakak, dia tahu bahwa ibu tak mampu membayar uang kuliahnya, makanya itu dia berusaha untuk kuliah sambil bekerja. Jadi dia harus mengikuti kuliah malam. Supaya siangnya dia bisa kerja. Dia juga sering membantuku dalam masalah sekolahku, jika mama tidak mempunyai uang. .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sekolah ku Ibadahku

Oleh 'Liani sinaga' Pagi hari yang cerah,aku duduk di depan Kelas ku b...