Senin, 09 Desember 2019

berubah

Berubah By Diyonifin Anugerah Purba ”Ejekan mereka terus saja terngiang di telinga hingga lubuk hatiku! Mereka memang seperti itu. Aku memang anak yang lahir dari keluarga yang miskin, tetapi tidak harus diperlakukan dengan cara seperti ini.” Tiba-tiba aku mengingat masa-masa SD-ku dulu. Kata-kata itu kuucapkan pada Ibu saat aku pulang dari sekolah 15 tahun silam. Ya, begitulah, setiap kali aku mengingat itu semua, aku benar-benar sedih dan air mata pun tertumpuk di pelupuk mataku. Bagaikan hujan yang tak dapat dibendung lagi. Eenarnya aku sedang sibuk hari ini, etapi entah mengapa peristiwa-peristiwa itu terlintas kembali di benakku. Aku menangis di kantor karena teringat akan keluargaku dikampung. Ayah yang sudah renta, dan Ibu yang harus mengurus dan merawat Ayah karena sudah sakit-sakitan dimakan usia. Airmataku membasahi pipiku yang membuat teman rekan kerjaku heran dan bertanya tanya tentang apa yang menyebabkan aku menangis tiba-tiba. Ketika aku ditanyai mengapa menangis yang bisa kulakukan hanya menggelengkan kepala. Ya! Inilah kisah hidupku. Aku dilahirkan dari keluarga yang bisa dikatakan dibawah kata berkecukupan. Bagaimana tidak? Kami ada 6 bersaudara anak dari Ayah dan Ibu yang harus mereka hidupi untuk makan sehari-hari ditambah biaya sekolah. Aku anak keempat. Kami hidup dari hasil keringat Ayah sepenuhnya. Tidak ada warisan sedikitpun dari kakek untuk Ayah. Kami tinggal di rumah kontrakan sederhana yang kami anggap sebagai istana kami. Aku sering merasa direndahkan oleh teman-temanku. Mungkin karena aku miskin dan tidak punya apapun dibanding dengan mereka yang mempunyai segalanya. Aku sering menangis setiap pulang dari sekolah setiap harinya. Para kakak dan abangku juga demikian. Kami merasa disetiap waktu, itu adalah peristiwa buruk dalam hidup kami, kecuali ketika berada dirumah. Karena dirumah ada sosok motivator yang luar biasa menyirami kami dengan harapan dan cita-cita. Yaitu Ayahku tercinta. Hari itu aku menangis lagi saat pulang dari sekolah. “Loh, kok menangis nak?”Tanya Ibu “Bu. Tadi Mira diejek sama teman-teman Mira Bu.” “Karena apa? Coba cerita sama ibu, biar kamu lebih tenang.”ucap Ibu “Tadi Ibu Guru bilang kalau SPP Mira nunggak 1 semester Bu, terus semuanya langsung melihat kearah Mira sambil bilang kalau Mira itu orang miskin, bu.” “Terus kenapa sampai nangis begini nak?” “Ibu Guru juga bilang kalau Mira belum melunasi SPP, Mira gak boleh ujian hari senin depan Bu.” “Oh, begitu. Yaudah, Mira gak usah nangis lagi ya anak. Ibu akan coba pinjam diut sama bu Haji nanti. Siapa tahu dikasih. Sekarang kamu ganti pakaianmu dan jangan nangis lagi ya nak!” “Iya bu. Makasih ya bu! Ibu itu udah baik banget sama Mira” “Hmm… Itu adalah tanggung jawab Ibu sebagai orang tua nak. Membiayai kalian semua anak-anak Ibu. Sampai sukses nanti.” “Iya bu, yaudah Mira ganti baju dulu ya bu” Saat itu sebenarnya hatiku teriris, namun itu semua berlalu sampai aku lulus dari SD dan ingin melanjutkaan studyku di SMP. Ibu dan Ayah mengizinkan dengan syarat aku harus semakin rajin dan mampu bersaing dalam belajar dengan teman-temanku yang lain. Aku menyanggupinya dan mulai bersekolah di SMP. Semester 1-3 aku dapat ranking 2 umum dan semester 4-5 aku mendapat ranking 1 umum. Ayah dan Ibu semakin berusaha dan semangat, mereka menginginkan aku melanjutkan studyku ke jenjeng SMA, lain dari kakak dan abangku yang tidak melanjutkan ke SMA. Namun, dibalik semua perjuangan orang tuaku, ketika aku Mulai didekati oleh teman disekolah yang sering mengejekku. Aku mulai sombong dan nyaris lupa diri. Aku sering berfoya-foya dari hasil kerja orang tuaku. Bahkan kakak dan abangku pun ikut bekerja demi membiayai pendidikanku. Aku lulus dari SMP dengan nilai paling tinggi disekolahku. Pada saat penerimaan SKHUN,orangtuaku dipanggil ke depan para siswa dan orangtua mereka. Namun entah mengapa aku Mulai merasa malu dengan keadaan orangtuaku. Banyak yang berdecak kagum terhadap Ayah dan Ibu, tetapi tidak denganku, aku menjadi salah tingkah dan memasang wajah sinis terhadap mereka berdua. Namun, mereka tetap memandangku dengan lembut dan memancarkan rasa bangga dari senyuman mereka. Aku diterima di SMA favorit di daerahku, berbeda dengan saat SMP, aku tidak mampu mendapatkan peringkat lagi di SMA. Aku kebingungan dan Mulai mencari penyebabnya. Lalu saat itu aku sadar, ternyata aku selama ini telah berubah menjadi seorang yang sombong dan sepele terhadap orang lain. Aku menyesal telah membuat orangtuaku kecewa. Segera aku meminta maaf kepada mereka, lalu perlahan-lahan aku mengubah sikapku. Aku kembali menjadi Mira yang dulu, Mira yang selalu bersyukur, Mira yag bangga empunyai orangtua seperti Ayah dan Ibu, Mira yang ramah dan Mira yang taat beribadah. Akhirnya saat kelas XI Semester 2 aku kembali menampakkan diri di dunia pendidikan, aku endapat ranking 1 di kelas, lalu pada saat kelas XII aku mendapat ranking 1 umum. Aku lulus dengan nilai terbaik, kembali llagi au menyumbangkan kebanggaan terhadap kedua orangtuaku. Aku diterima di Universitas Indonesia dan menerima beasiswa, seluruh biaya sekolah dan uang saku ditanggung oleh Negara. Oangtuaku tidak perlu mengeluarkan sepeserpun untuk biaya kuliahku. Ketika sekarang aku mengngatt Semuanya, aku enangisi diriku. Mengapa aku bisa seerti ini! Jikalau saja saat itu aku eru dibawa oleh arus kesombonganku, mungkin sekarang aku sudah berhenti dari kehidupan mewah ini. Ya, mungkin inilah jalan hidupku yang diberikan Tuhan. Yang jelas, kita harus tetap bersyukur dan berada pada jalan yang benar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sekolah ku Ibadahku

Oleh 'Liani sinaga' Pagi hari yang cerah,aku duduk di depan Kelas ku b...