Kamis, 10 Juni 2010

Artikel

Guru, Tulang Punggung Kecerdasan Bangsa
Oleh: Rudi Hartono Saragih

Guru, pahlawan tanpa jasa. Pahlawan yang paling dekat dengan masyarakat dan pahlawan yang memasyarakat. Jasa-jasanya sangat abstrak tetapi sangat berpengaruh dan menentukan kehidupan setiap individu, masyarakat, bangsa dan negara.
Memperingati hari guru ke-63, 25 November 2008, tampaknya merupakan sebuah nostalgia dengan tindak-tanduk, peran dan fungsi guru yang telah dilaksanakan pada masa lalu. Semua itu mengingat hal-hal yang berhubungan dengan proses pencerdasan kehidupan bangsa indonesia.
Jasa yang tidak terukur dalam membangun harkat dan martabat bangsa menuju kesejahteraan dan keadilan dalam lingkup negara kesatuan republik indonesia. Kecerdasan itu adalah alat dan bekal setiap individu untuk hidup dan menjalani kehidupan. Sadarkah kita bahwa semua itu adalah hasil dari jasa-jasa guru? Seluruh individu menjadi manusia yang utuh dengan segala kemampuan kognitif, afektif dan psikomotoriknya berkat guru yang telah membina dan mengajar individu sebagai peserta didik. Kemampuan-kemampuan terbentuk dengan proses pembelajaran yang direncanakan dan dilakasanakan oleh guru. Dalam pengembangan sumber daya menusia (SDM), guru menjadi seorang konseptor sekaligus eksekutor. Artinya gurulah yang membuat konsep/rencana dan penerapan untuk membentuk SDM yang lebih baik. Oleh karena itu terbentuklah individu-individu dengan berbagai kemampuan seperti sekarang ini.
Guru kencing berdiri murid kencing berlari. Peribahasa ini menyatakan, apa yang dilakukan guru hal itulah yang akan dilakukan peserta didiknya. Peserta didik cederung meniru apa yang dilakukan guru. Para perserta didik tentunya menjadikan seorang guru itu adalah seorang panutan yang pantas ditiru. Sangat jelas bahwa perkembangan individu dipengaruhi secara mendasar dari kelakuan, sikap dan arahan yang diberikan seorang guru. Kita tidak dapat mengingkari kalau seorang guru membelajarkan ilmu yang salah maka ilmu yang salah itulah yang akan berkembang di negara ini. Kita akan tahu dampaknya, jika ilmu yang salah menjadi pedoman maka negara ini akan amburadul.
Reformasi pendidikan yang diharapkan bangsa Indonesia menuju kualitas yang lebih baik dan bermutu tampaknya belum masih jauh dari harapan. Harapan-harapan kemajuan itu seluruhnya terbeban pada "pundak guru" adalah sebagai sesuatu yang wajar dan tidak salah lagi. Tagihan-tagihan selalu tercurah pada guru untuk mempertanyakan efektivitas pembelajaran yang dilakukan melalui para peserta didik. Ketidaksuksesan pembelajaran juga banyak yang menyalahkan guru. Tetapi apakah itu sesuai dengan kondisi guru yang sekarang ini?
Anggaran pendidikan sebanyak 20 persen dari APBN yang dicanangkan pemerintah sampai sekarang masih dipertanyakan. Usaha penyejahteraan guru yang dilakukan pemerintah memang harus didukung dan diberikan penghargaan. Upaya sertifikasi yang dilakukan pemerintah seperti yang tertuang dalam UU Nomor 14 Tahun 2005 (UU Guru dan Dosen) tentang tunjangan profesi sebesar satu kali gaji pokok sudah terealisasi. Namun apa yang dilakukan tersebut tampaknya masih kurang karena kuota yang mendapatkan sertifikasi masih sangat jauh dari jumlah guru yang ada. Tidak hanya itu, untuk mencapai pendidikan yang lebih baik dan bermutu, pemerintah seyogianya memberikan APBN yang lebih besar dari itu. Sehingga SDM Indonesia terbentuk dan tercibta dengan potensi yang luar biasa dan tangguh yang nantinya membawa kesejahteraan masyarakat indonesia serta mengangkat harkat dan martabat bangsa ini dalam persaingan global.
Tetapi jangan sampai salah persepsi, apresiasi terhadap profesi guru tak hanya sebatas tunjangan finansial. guru juga membutuhkan rasa aman dan nyaman dalam menjalankan tugas-tugas profesinya. Banyak kejadian kekerasan yang masih saja menimpa para guru. Acapkali guru harus menerima ancaman kekerasan dari siswa atau pihak orang tua murid, ketika sedang menjalankan tugas. Walaupun guru memiliki kesalahan dalam mengambil keputusan, karena mereka juga manusia yang tak luput dari kesalahan. Sungguh tidak adil kalau guru lantas harus diperlakukan kurang manusiawi melalui tindakan-tindakan yang kurang baik dan mempermalukan. Ada orang tua yang dengan keras mempertanyakan tindakan anaknya, bahkan ada juga yang sampai marah. Namun selain itu ada juga dengan lembut dan memberikan apresiasi yang baik. Semua itu sebagai gado-gado profesi yang dilakukan guru sehingga bertambahnya hal-hal yang harus dipikirkan oleh guru sebagai seseorang yang berperan sebagai orangtua di lingkungan pendidikan formal. Banyak lagi masalah-masalah yang dialami guru. Namun tidak berarti guru dibiarkan berbuat semaunya karena ada juga guru yang bertindak tidak sesuai dengan profesinya dan itu harus di tindak tegas. Oleh karena itu tetap saja kita sesuaikan dengan hukum dan sesuai dengan kode etik profesi guru.
Guru sebagai tulang punggung kemajuan pendidikan di indonesia memiliki tugas dan tanggung jawab yang besar. Tidak kalah pentingnya, para guru juga harus melakukan refleksi dan evaluasi terhadap dirinya. Kesadaran guru harus dipacu. Kemajuan bangsa ini terletak di tangan guru sebagai pencetak kalangan-kalangan akademisi yang professional. Jangan sampai guru yang menjadi penghalang majunya peradaban bangsa ini. Dampak negatifnya akan lebih luas dan besar jika hal itu terjadi. Reputasi guru akan tercemar dan tidak mendapat kepercayaan dari masyarakat. Apalagi adanya upaya peningkatan kesejahteraan, para guru juga harus berusaha meningkatkan kompetensi diri menjadi seorang pengajar yang berkualitas.
Seperti yang dituntut dalam peraturan Mendiknas No. 16 tentang Standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru, sebagai pengajar yang berkualitas guru dituntut memiliki berbagai kemampuan. Ada empat kemampuan (kompetensi) utama seorang guru yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Pertama, kompetensi pedagogik mencakup penguasaan teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik dengan menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, spiritual, sosial, kultural, emosional, dan intelektual. Selain itu guru juga dituntut untuk mengembangkan kurikulum yang terkait dengan mata pelajaran yang diampu dan melakukan penilaian serta evaluasi untuk peningkatan kualitas pembelajaran. Kedua, kompetensi kepribadian mencakup tindak-tanduk sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan nasional Indonesia serta penampilan sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia, dan teladan bagi peserta didik dan masyarakat. Selain itu guru dituntut menunjukkan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru, dan rasa percaya diri arif, dan berwibawa serta tidak lupa terhadap kode etik profesi guru. Ketiga, kompetensi sosial mencakup sikap inklusif, bertindak objektif, serta tidak diskriminatif, berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua, dan masyarakat. Keempat, kompetensi profesional mencakup penguasaan materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. Menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran yang diampu serta mengembangkannya dan memanfaatkan media pembelajaran efektif. Kompetensi-kompetensi ini dikembangkan secara utuh sesuai dengan kualifikasi mata pelajaran yang diampu para guru.
Bukan hanya itu, guru juga dituntut dan disibukkan dengan tagihan-tagihan yang bersifat administratif. Mulai dari membuat program tahunan, program semester, silabus, rencana program pembelajaran dan berbagai penugasan dan penilaian untuk melakukan evaluasi sampai membuat catatan-catatan kecil tentang proses pembelajaran yang dilakukan di dalam kelas. Hal ini dilakukan secara tertulis untuk memiliki data yang autentik selanjutnya dibuat sebagai dokumen pembelajaran peserta didik. Dan pada akhirnya guru dapat mengambil kesimpulan akhir tentang kemampuan peserta didik tersebut. Seorang guru harus mengetahui prosedur-prosedur pembelajaran dan prosedur dalam satuan pendidikan tertentu.
Setiap harinya guru selalu berpikir untuk kemajuan generasi penerus bangsa. Pergi pagi untuk memberikan ilmu yang dimiliki dengan harapan peserta didik dapat menjadi manusia yang memiliki ilmu pengetahuan yang banyak dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehati-hari. Selain mentransfer ilmu pengetahuannnya, guru juga melakukan penilaian-penilaian kepada perserta didik guna mengetahui tingkat keberhasilan pembelajaran sehingga dapat ditindaklanjuti sesuai dengan kemampuannya.
Seperti yang saja katakan di atas, Guru sebagai produser yang merencanakan proses pembelajaran setiap harinya pantas diberikan apresiasi yang baik. Sehingga dapat mengubah paradigma bahwa profesi sebagai guru adalah profesi alternatif karena tidak diterima di profesi lain tetapi profesi yang benar-benar mulia dan memiliki tingkat kesejahteraan yang cukup dan bukan pas-pasan. Mari kita wujudkan profesi guru untuk masa depan adalah profesi yang diterima masyarakat sebagai profesi yang tidak kalah pentingnya dengan profesi lain. Oleh karena itu, guru akan membentuk peradaban bangsa yang baik dan sesuai dengan cita-cita bangsa serta membawa indonesia sebagai bangsa yang besar dan diperhitungkan di dunia internasional.
Selamat ulang tahun guru. Bangsa ini diamanahkan kepadamu. Negara ini berada pada genggamanmu. Walaupun jasamu tidak terlihat secara nyata, tetapi jasamulah yang memiliki peran penting dalam kemajuan bangsa ini. Selamat ulang tahun guru. Jasamu akan selalu dikenang.

FEATURE NEWS

Bukan Sampingan Bukan Pokok
Oleh: Rudi Hartono Saragih


Malam semakin larut, jalanan mulai sepi. sekali-kali kendaraan memacu abu beterbangan, walau malam, jalanan masih penuh dengan debu. Tampak sebuah gerobak sorong yang diterangi lampu neon. Satu buah kursi panjang tersedia untuk duduk sesaat bagi para pengujung. Gerobak sorong seakan-akan memberikan harapan. Beragam jamu tersusun rapi, telur ayam kampung, telur bebek terletak di sebelah bawah bersama gelas dan berbagai manisan. Berbagai profesi yang dilakukan untuk bertahan hidup. Dari aktivitas subuh hingga malam gelap. Itu semua dilakukan untuk keluarga.
Sebatang rokok dihisap dan dihembuskannya setengah tengadah. Tampaknya walau malam-malam dia tidak berhenti untuk mengais rupiah. Fahmi (35), itulah namanya. Dia Seorang penjual jamu setiap malam di jalan Tembung Deli Serdang, Sumatera Utara. Walau terlihat sedikit mengantuk tetapi dia selalu senyum menyajikan jamu kepada pelanggannya. Bahasa tubuhnya yang ramah, tersirat sebagai penarik para konsumen untuk minum jamu yang dibawa-bawa gerobaknya.
Menjual jamu saat kebanyakan orang sudah terlelap telah dijalaninya selama 5 tahun. Dengan penghasilan yang tidak tentu, lelaki yang telah mempunyai anak 3 ini mengaku meyakini setiap usahanya dalam menjalani kehidupan. "Mana ada cerita sampingan dalam hidup ini. Karena kalau dagang kan itu tergantung kemauan," tuturnya ketika ditanya apakah menjual jamu itu sebagai sampingan (14/4). Dengan percaya diri, lelaki yang bertubuh kekar ini menyatakan senang sekali menjadi penjual jamu. Tidak dikatakannya sebuah pekerjaan itu sampingan, semua itu adalah usaha untuk menghidupi diri dan keluarga. Sebenarnya, sehari-harinya dia adalah seorang penjual pakaian di pasar tembung. "Dari pada gak ada kerjaan di malam hari, bagus jualan jamu sambil duduk-duduk," tukasnya. Tidak terlihat ketidakpercayadirian dalam menjawab pertanyaan yang diberikan. Kekukuhan yang terlihat pada dirinya sangat menunjukkan bahwa jika yang kita kerjakan adalah hal yang halal maka tidak perlu malu atau bahkan tidak percaya diri.
Lalu lalang orang dijalan semakin sedikit, wajar saja, malam semakin larut. Tetapi semakin larut malam para pembeli jamu semakin banyak. Hingga pukul 12. Lokasi ini cukup strategis, jalan yang menghubungkan kota Medan dengan Kabupaten Deli Serdang. Orang yang telah selesai bekerja di Medan biasanya singgah untuk menambah stamina tubuh dengan minum jamu Bang Fahmi.
Ternyata, untuk menjadi penjual jamu seperti ini, juga membutuhkan dana lebih kurang 10 juta rupiah. Fahmi menambahkan, bahwa untuk gerobaknya saja sudah mencapai 6 juta, sedangkan jamu dan perlengkapan lainnya mencapai 4 juta rupiah. Gerobak yang dipenuhi perlengkapan dan peralatan seperti dispenser, termos, alat pengaduk jamu bahkan ada TV di sudut atas gerobak sebagai sumber hiburan bagi pengunjung.
Menjadi tukang jamu itu bukan sampingan, bukan juga pekerjaan pokok. Itu identik dengan sebuah perjuangan hidup yang bertanggung jawab kepada kehidupan. Itu pula lah yang dinyatakan Suwito, seorang penjual jamu di jalan Letda Sudjono. Sudah 18 tahun menjual jamu. Sambil mendengar radio dengan tape rekordernya yang mini dia menjual jamunya seusai magrib hingga pukul 12. Tak ubahnya dengan fahmi, lelaki tua yang sudah berumur 58 tahun ini mengaku bahwa pendapatannya akhir-akhir ini sudah mulai menurun. Kalau dahulu masih bisa menghabiskan 50 gelas tiap malamnya, sekarang sudah berangsur berkurang.
Tidak jauh berbeda dengan penjual jamu yang lainnya. Pak Suwito, menjual jamu dengan kisaran harga Lima Ribu Rupiah hingga Lima Belas Ribu Rupiah. Harga itu tidak terlalu mahal karena sudah dicampur dengan telur ayam kampung atau telur bebek. Satu malamnya dia bisa mendapat penghasilan bersih dari 40 ribu hingga 150 ribu rupiah. Kadang pengahasilan menurun dan kadang meninggi karena hujan, hari libur dan alasan lain. Ketika orang malas keluar karena hujan, maka pendapatan akan menurun. Ketika hari baik dan hari kerja, pendapatan bisa meninggi.
Dengan menjual jamu, pak Suwito bisa menghidupi diri dan keluarganya setiap harinya. Istrinya juga sebagai penjual jamu di pasar saat dia bekerja pada siang hari menjadi kuli bangunan. Kadang-kadang dia menjadi kuli pembuatan perabot. Terlihat ketegarannya berprofesi sebagai tukang jamu. Kata-kata yang diucapkannya terucap secara gamblang tanpa ada rasa malu. Dia betul-betul menikmati pekerjaan itu. Dulunya dia tamat sekolah rakyat (SR), dengan mengikuti jejak orangtuanya dia senang menjual jamu. Menjual jamu sudah seperti keturunan di keluarga mereka, kenapa tidak, satu orang dari tiga anaknya juga menjadi penjual jamu di Pasar Mandala, Medan. "Aku memang sengaja tidak membuat mesin gerobak ini, dengan mengayuh sepeda ini bisa mengeluarkan keringat dan menjadi olah raga bagi seusia kami." ulasnya. Dia memang selalu membanggakan pekerjaan ini, menggunakan gerobak ini bukan karena kurang mampu beli, tetapi sekaligus untuk menjaga kesehatan.
Sekali-kali acapkali datang pembeli saat ngobrol asik dengannya. “Aku sering kali minum jamu di tempat uwak ini, hampir tiap malam pun,” kilah Yogi, seorang pengunjung yang sehari-harinya bekerja di sebuah Pergudangan. Minum jamu malam hari lebih bagus karena setelah itu bisa langsung istirahat dan badan bisa segar kembali untuk bekerja esok hari, Tambahnya. Pengunjung yang satu ini terlihat kompak dengan Pak Suwito. Tertawa lepas dari mereka berdua membuat senyum para tamu yang lainnya.
Bekerja malam-malam bukanlah hal yang asing bagi mereka. Ancaman-ancaman juga hampir tidak pernah mereka alami. Mencari sesuap nasi, itulah selalu yang didengungkan saat mencari mata pencaharian. "Kalau kita baik, pasti orang akan baik sama kita. Jadi kalau masalah gangguan dari PS (pemuda setempat-red) atau ormas (organisasi masyarakat-red) itu tergantung kepada kita," tutur Fahmi yang setiap malamnya berjualan sampai jam 1. “Tidak perlu khawatir, jualan jamu adalah jualan yang halal. Bahkan para penjual jamu menolong orang-orang untuk menjaga kesehatannya. Berpahala lagi,” tambahnya sambil tertawa.
Kebanyakan para pekerja malam seperti menjual jamu memiliki pekerjaan di siang hari. Dengan berbagai keinginan dalam kehidupan, mereka terus berusaha semampu apa yang mereka bisa. Tidak penting waktu matahari memancarkan cahaya atau bahkan hanya bulan yang memancarkan cahaya. "Aku sehari-harinya menjual tilam, dan jangan sampai dapur gak berasap." Kata-kata itulah yang diucapkan Darhan (42) – penjual jamu di jalan Pancing. Malam-malam dia setia menunggu pelanggan.
Berjualan jamu sudah menjadi bagian dari dirinya. walau istrinya hanya sebagai ibu rumah tangga, dia selalu setia berusaha menghidupi keluarganya. Dia dikaruniai 3 orang anak dan sekarang si sulung sudah ada di SMP. Walau bekerja setiap hari dan malamnya, dia selalu mengganggap pekerjaannya itu bukan tambahan tetapi sesuatu tanggung jawab sebagai kepala keluarga. "Sekarang ini jamu sudah mulai kurang digemari orang. para pelanggan sudah berkurang, tapi tidak apa-apa, yang penting waktu malam juga bisa dipergunakan untuk mencari duit." tuturnya dengan senyum.
perwatakannya yang kurus tinggi itu sepertinya memperlihatkan kerja kerasnya setiap malam. Menunggu pengunjung dan berharap rezeky dari Yang Maha Kuasa. Keprofesionalannya mengocok jamu membuat pengunjung tidak terlalu lama menunggu. Gesit, tanggannya bergerak. Sebentar saja dia bisa menyuguhkan beberapa gelas jamu.
Berbeda dengan Suwito, Darhan adalah orang pertam yang bekerja sebagai penjual jamu di malam hari dari keluarganya. Dia mengetahui dan menekuni pekerjaan ini dari binaan para temannya yang berjualan jamu di jalan lain. Walau tidak pernah ada keluarganya yang menjual jamu, dia tidak pernah merasa malu. “Kalau gengsi nggak makan lah, betul kan,” tuturnya.

Selasa, 01 Juni 2010

SI KECAMBAH BERPIKIR

Oleh Rudi Hartono Saragih*

Langkah kakinya menghentak menuju kamar peserta Diklat Jurnalistik Mahasiswa tingkat Lanjut yang diadakan LPM Bahana Mahasiswa Universitas Riau. Tubuhnya tinggi kurus begitu gesit bergerak memasuki kamar. Seraya masuk sambil menyapa teman sekamar, dia melempar senyum. Terlihat senang, dan duduk di samping penulis.
Bung Ardan, Itulah nama akrabnya. Ardansyah merupakan nama lengkap yang diberikan kepadanya. Lahir 15 Mei 1990 di Pematang Siantar, Sumatera Utara. Sekarang tinggal di Pekanbaru tepatnya di jalan Rawa Indah Simpang Tiga, Pekanbaru.
Obsesinya menjadi tentara surut karena pernah mengalami kecelakaan. Itu membuat dia tidak lulus kriteria menjadi seorang militer. Namun tidak menyurutkan semangat untuk mencerahkan kehidupan masa depannya. Fakultas Hukum Universitas Riau menjadi pilihan. Sekarang berada sedang menjalani semester 2 dengan memiliki Indeks Prestasi 3,67. Selain kuliah, aktivitasnya di kampus semakin padat dengan diterimanya dia menjadi anggota tetap di Lembaga Pers Mahasiswa Bahana.
Pada awalnya dia tidak terpikir akan menjadi wartawan kampus. Tidak memiliki minat di jurnalistik. Namun dengan ajakan dan persuasi senior di Bahana –Suhardi namanya– akhirnya dia berkecimpung menjadi jurnalis kampus. Aktivitas ini dinikmatinya. Dia mengaku bangga karena bisa mengenal banyak teman dan mengetahui informasi secara cepat serta bisa mengembangkan diri.
Kemampuan menyampaikan pendapat dalam setiap diskusi menampakkan dirinya sebagai orang yang aktif dalam menangapi masalah. Saat pelatihan maupun saat di dalam kelas. “Dia itu sekelas saya, sering sekali dia mengeluakan pendapat…, Di Bahana dia cukup aktif,” jelas Erliana, teman sekelas dan satu organisasi di Bahana.
Cita-citanya menjadi hakim direncanakan dengan akan memilih Program Studi Hukum Perdata. “Aku terinspirasi pamanku yang menjadi hakim ketika aku kecil hingga sekarang,” ujarnya.
Berbagai prestasi telah diraihnya. Walau tidak sesuai dengan akademik dan aktivitasnya sekarang, itu cukup bisa menandakan bahwa dia memiliki potensi yang besar. Menjadi yang terbaik pada pemilihan Model Iklan by Yoga Pratama entrepreneur, juara 2 pada lomba Model di Matahari Departemen Store Pekanbaru, dan yang paling dia banggakan adalah juara 3 pada lomba Fashion Dance di Mall Ciputra. “Walaupun ini juara 3, namun ini membutuhkan skill dan kemampuan karena pesertanya sangat banyak…,” ucapnya.
Dualismenya sebagai panitia dan peserta pada pelatihan ini, memesankan kepada seluruh peserta agar memanfaatkan waktu dan kesempatan untuk belajar. “… kan segala sesuatu itu bukan waktu yang mengatur. Kita lah yang mengatur semuanya,” kilahnya.
Sesuatu itu merupakan proses, mulai dari hal kecil hingga besar, itu semua sangat berguna. Hal ini sesuai dengan mottonya, “Bekerja keraslah untuk menggapai sesuatu.”
“Selagi kita masih mengerjakan dan menjalan yang baik, terserah mereka mau bilang apa, yang penting yang kita berikan itu adalah fakta dan kenyataan,” tuturnya menanggapi bahwa wartawan sudah dianggap ‘jelek’. Dia menambahkan bahwa itu merupakan sebuah tantangan bagi para jurnalis.

*Penulis adalah anggota Pers Mahasiswa Kreatif Universitas Negeri Medan

Cakap-Cakap mengenai Opini

Wakil Ketua KOMPAK Menyampaian Materi tentang Opini (Artikel dan Esai)

”Artikel dan esai masuk dalam kategori opini,” demikian Rudi Hartono Saragih selaku wakil ketua KOMPAK menyampaikan materinya pada pertemuan KOMPAK yang diadakan pada tanggal 15 Mei 2010, pukul 15.00, bertempat di sekretariat KOMPAK, Taman Budaya Sumatera Utara. Tidak panjang lebar, ia langsung menyampaikan teori singkat bahwa esai lebih banyak berisi tentang pendapat-pendapat pribadi yang belum banyak diperkuat oleh sumber-sumber lainnya, namun setelah esai itu disisipkan sumber-sumber penguat atas pendapat pribadi dinamakan artikel.
Berangkat dari penjelasan singkat itu, Rudi langsung menyuruh seluruh anggota yang hadir, yaitu: Sri Rizki Handayani sebagai ketua sekaligus pemimpin pertemuan, Wahyu Wiji Astuti, Ria Ristiana Dewi, Erny Wirda Ningsih, Dewi Fitriana, Suryani Sitorus, Zuliana Ibrahim, dan Sari Lestari untuk menyediakan secarik kertas dan pulpen. Sebagai awal, ia langsung menyungguhkan kalimat ”Sastra di sekolah” dan ia memberikan waktu kepada anggota untuk mencatat pendapatnya tentang sastra di sekolah. Seluruh anggota mulai serius menuliskannya. Setelah selesai, Rudi mempersilahkan agar anggota membacakan tulisannya secara bergantian kemudian Rudi memberikan sedikit masukan-masukan bahwa lebih baik dari tulisan itu didapatkan sebuah masalah didalamnya. Kemudian dilanjutkan dengan kalimat kedua ”Peran media masa terhadap sastra”, seterusnya kalimat ”Tanggapan beberapa orang terhadap sastra”, terakhir ”Solusi atas masalah terhambatnya perkembangan sastra.” seluruhnya dijabarkan pendapat masing-masing anggota. Setelah selesai, Rudi memberi tambahan bahwa tulisan yang terpotong-potong itu merupakan bagian dari penjabaran kerangkanya dan untuk membuat esai tinggal digabungkan seluruhnya. Anggota juga dibebaskan memilih judulnya masing-masing yang tepat terhadap tulisan itu.
Dari esai yang telah dituliskan tadi, Rudi menyarankan agar tulisan yang masih berupa esai tersebut disisipkan beberapa sumber seperti undang-undang yang berkaitan, pendapat beberapa tokoh, hasil seminar, dari buku, koran, dan lainnya. Setelah disisipkan jadilah tulisan itu berupa artikel. Untuk jumlah karakternya sendiri sekitar 6000-14000 karakter.
Seluruh anggota pun langsung bersemangat. Semua serius menunjukkan tekadnya menyelesaikan artikel yang diarahkan Rudi saat itu juga. Kemalasan pun dilawan dan akhirnya mereka bisa! (Ria)

Sekolah ku Ibadahku

Oleh 'Liani sinaga' Pagi hari yang cerah,aku duduk di depan Kelas ku b...